Sabtu, 12 April 2014

PIRING LIDI KAMPUNG NAGA


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Karya seni terapan merupakan hal dasar dalam kehidupan kita. Dan kitapun selalu menggunakannya dalam segala aspek, baik itu dalam kehidupan sosial, masyarakat, dan kehidupan ekonomi. Seni terapan itu sebenarnya penunjang kehidupan, yang bisa mempengaruhi pola hidup masyarakat.
Pembuatan makalah ini didasarkan karena tugas dari mata pelajaran Seni Budaya, yaitu mengapresiasi karya seni terapan. Yang kami observasi ialah piring lidi dari Kampung Naga. Piring lidi sudah membumi di masyarakat Singaparna, umumnya di Kabupaten Tasikmalaya.
Piring lidi yang begitu khas dengan anyamannya dan membuat kami tertarik untuk lebih mempelajari serta mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat piring lidi. Kampung Naga salah satu daerah yang masih kental dengan adat istiadat dan masih memegang teguh ajaran adatnya, memiliki keunikan dalam piring lidi yang mereka buat. Keunikannya terletak pada ukuran. Biasanya yang dibuat masyarakat-masyarakat atau pengrajin anyaman dalam membuat piring lidi itu berukuran kecil dan hanya digunakan di rumah-rumah makan. Tetapi yang masyarakat Kampung Naga buat lumayan besar, mereka gunakan itu untuk prosesi upacara adat.
Hal itulah yang membuat kami tertarik dan antusias akan piring lidi dari Kampung Naga. Jika piring lidi ini dibuat dalam bentuk dan variasi yang banyak, pasti akan lebih terkenal dan bisa mengangkat nama Tasikmalaya ke ranah Internasional khususnya dan umumnya untuk bangsa Indonesia sendiri.
Seni rupa terapan adalah hasil karya seni rupa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai fungsi atau manfaat. Fungsi karya seni rupa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi estetis dan fungsi praktis.
Fungsi estetis adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tentang rasa keindahan. Misalnya lukisan, patung, dan benda hias. Fungsi praktis adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia akan benda pakai. Misalnya vas bunga, kursi ukir, dan bingkai foto.
Piring lidi adalah salah satu karya seni terapan berupa anyaman. Anyaman yang satu ini berbeda dengan anyaman yang lain. Biasanya anyaman terbuat dari rotan, tetapi itu terbuat dari lidi aren. Lidi aren atau dalam Bahasa Sunda itu lidi kawung merupakan bahan yang elastis/lentur dan mudah untuk diatur atau dibuat pola.
Piring lidi dibuat di Kampung Naga, meskipun di daerah lainpun dibuat tetapi ada ciri khas dari piring lidi yang dibuat di Kampung Naga, yaitu ukurannya yang besar digunakan untuk prosesi upacara adat.
Kegunaan dari piring lidi ini yaitu untuk tempat makanan di rumah-rumah makan, bisa juga dipergunakan untuk hiasan ataupun pajangan, selain itupun bisa dipergunakan dalam prosesi-prosesi sakral seperti prosesi upacara-upacara adat di daerah-daerah yang masih kental dengan adat istiadatnya.
2. Rumusan Masalah
Yang kami pertnyakan untuk menjadi rumusan mengenai “Piring Lidi” ini adalah:
Apakah Piring Lidi bisa menggantikan peranan benda-benda rumah tangga dalam kehidupan?
3. Maksud
Pembuatan makalah ini pasti memiliki maksud tersendiri. Maksud kami membuat ini yaitu:
1)      Untuk memenuhi tugas Seni Budaya mengenai apresiasi karya seni terapan
2)      Agar generasi muda tahu hasil-hasil karya dari daerah asal masing-masing
3)      Menjadikan suatu pembelajaran yang berharga bagi yang mempelajarinya
4. Tujuan
            Tujuan dilakukannya observasi dan pembuatan makalah ini adalah:
1)      Mengetahui secara langsung mengenai piring lidi dari narasumber yang telah kita wawancarai
2)      Menambah pengetahuan tentang karya seni
3)      Saling berbagi akan pengetahuan yang telah kami dapat
BAB II
LANDASAN TEORI
Kriya adalah istilah yang digali dari budaya masa lalu Indonesia, pada awalnya merupakan sebuah terminology yang melingkupi seluruh praktek seni di Indonesia. Istilah seni kriya berasal dari kata ‘kr’ (bahasa sanskerta) yang berarti mengerjakan, kemudian selanjutnya menjadi sesuatu unutk menghasilkan benda atau objek. Semua hasil pekerjaan termasuk berbagai ragam tekniknya disebut sebagai seni kriya.
Seni kerajinan merupakan suatu produk budaya, dimana titik orientasi dari pemahamannya adalah keahlian. Keahlian dalam bahas inggrisnya diistilahkan sebagai ‘craft’ memiliki cakupan yang luas, karena keahlian tidak hanya terbatas pada kerajinan tangan, akan tetapi sebagai proses dari mulai pendataan, berfikir, bertindak hingga menyimpulkan agar tujuaannya menjadi tepat sasar. (H.A Rachman Arfan. 1988:66)
Seni  kriya sering disebut dengan istilah dengan handycraft yang berarti kerajinan tangan. Seni kriya termasuk seni rupa terapan (applied art) yang selain mempunyai aspek-aspek keindahaan juga menekannkan aspek kegunaan atau fungsi praktis.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hartono (2002; 71) sebagai berikut:
Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada keterampilan tangan yang tinggi dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata ‘kr’ (bahasa Sanskerta) yang berarti mengerjakan, dari akar kata tersebut kemudian menjadi karya, kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu unutk menghasilkan benda atau objek yang bernilai seni.
Menyimak kamus besar bahasa Indonesia (1933) menyebutkan bahwa:
Kriya adalah pekerjaan tangan atau kerajinan, secar umum istilah seni kriya merupakan istilah lain dari seni kerajinan.
Dalam kehidupan sehari-hari karya seni kriya memang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan hidup manusia, karena hasil seni kriya atau kerajinan tangan merupakan suatu kebutuhan dalam aktivitas sehari-hari juga sebagai perkakas rumah tangga.
Karya seni kriya pada awalnya bertujuan untuk membuat barang-barang yang bersifat fungsional, baik tujukan untuk keperluan ritual keagamaan atau kebutuhan praktis dalam kehidupan manusia atau kehidupan sehari-hari seperti teko, kendi, toples yang terbuat dari bahan tanah liat, sama halnya seperti karya kriya yang terbuat dari bahan baku plastic atau resin sepert tempat nasi, tempat menyimpan makanan, toples, botol dan masih banyak yang lain. Dari sejak itu juga perkembangan seni kriya bermunculan dengan gaya dan konsep-konsep baru seperti adanya kriya dari bahan tulang, tanduk ataupun perkakas yang lainnya yang dapat dijadikan sebagai medium berkarya kriya. Dengan demikian selain fungsionla karya kriya juga bersifat estetis atau bersifat indah dan mempunyai nilai-nilai tersendiri, sifat estetis ini dapat terlihat dari bentuk karya tersebut atau dengan adanya penambahan hiasan dengan cara torehan, anyaman, sayatan ataupub ukiran. Dengan demikian jelaslah bahwa karya seni kriya selain mempunya sifat fungsional juga mempunyai kaidah estetika dan merpakan karya seni rupa.
Karya seni rupa terapan merupakan karya yang dihasilkan oleh kerajinan tangan (hand made). Keahlian tangan dalam membuat karya seni terapan memang perlu diperhatikan sebagaimana karya-karya dari bahan limbah hewan seperti tanduk yang dapat juga diolah sedemikian rupa menjadi karya yang unik serta menarik keahlian tangan memang sangat penting dalam membuat karya seni terapan khususnya karya-karya yang diolah langsung dengan tangan yang dapat dibantu juga oleh mesin.
Hal ini semakin diperkuat seperti yang diungkapkan oleh Wiyoso Yudhiseputro (1983:1) yaitu:
Manusia ingin menyampaikan perasaan dengan bebeagai cara dan berbagai alat atau media yang ada. … Demikianlah kerajinan atau kriya yang dilandasi oleh usaha manusa untuk memenuhi kebutuhan hidup, apabila didukung oleh perasaan dalam menggunakan bahan dan alat, maka hasilnya merupakan karya seni. Dan karena hasil kerajinan dapat dilihat dan diraba, maka karya ini termasuk kedalam kelompok seni yang disebut seni rupa.
Seni kriya mempunyai cabang seni terapan dan desain dimana seni terapan sering juga disebut dengan kerajinan tangan. Kerajinan tangan memang banyak jenisnya yang salah satunya adalah kriya piring lidi. Kriya ini selain  memiliki nilai fungsional yaitu sebagai wadah, karya ini juga memrupakan penyampaian perasaan, pesan dan gagasan ataupun kritik dari si perajain senimannya itu sendiri seperti halnya karya-karya yang akan dibahas selanjutnya.
Adapun mengenai karakteristik yang diungkap oleh Sugiyamin (2001:45) adalah sebagai berikut:
Pada umumnya keunikan yang dimiliki dari benda kerajinan mungkin didasarkan pada teknik-teknik yang dipergunakan oleh perajin dalam mengerjakannya. Wujud kerajinan yang lain dalam industri kerajinan adalah relatifitas kesamaan. Variasi-variasi terjadi karena tidak memungkinkan ada duplikasi dalam benda-benda buatan.manusia merasa puas dengan menggunakan pola-pola dalam pekerjaan mereka yang diwariskan dari genetasi ke generasi. Tradisi kerajinan yang dahulu tidak menimbulkan perubahan atau pembaharuan tradisi kerajinan itu menekankan alat-alat dan bahan yang benar, serta menekankan pada kepentingan daya tahan.
Karya seni kriya secara umum dipahami sebagai suatu katya yang dikerjakan dengan mempergunakan alat-alat sederhana, mengandalkan kecekatan tangan, dan secara fungsional memiliki kegunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehati-hari. Karya mencerminkan lingkungan budaya dan kondisi geografis dimana tempat karya itu diciptakan. Artinya dalam kriya, nilai teknis, estetis, maupun fungsional menjadi pertimbangan dalam berkarya sesuai dengan sumber daya lingkungan alam, social budaya, dan masyarakat. (Rohidi, 2002:6)
Dalam seni kriya nilai fungsi atau kegunaan memiliki kedudukan yang sangat penting, karena kedua variable ini sangat berkaitan dan saling ketergantungan satu sama lain, hal ini dapat terlihat dari pemilihan material maupun teknik pembuatan harus benar-benar diperhatikan secara cermat dan tepat oleh perajin. Dalam pengerjaan seni kriya biasanya melibatkan beberapa perajin yang bekerja sesuai dengan keahliannya. Wiyoso Yudoseputro (1999:8) memandang bahwa:
Seni kerajinan merupakan produk karya seni yang merefleksikan konfigurasi nilai budaya bangsa pada masa lampau, masa kini, dan masa mendatang. Apabila dilihat, karya seni kriya yang dihasilkan pada kurun waktu tertentu, maka akan terlihat pula gambaran masyarakatnya (kebudayaan, sistem sosial dan kehidupan beragama.).
Perbedaan pendapat kata kriya dengan kerajinan sempat menjadi sorotan dan perdebatan dikalangan tertentu terutama pada masyarakat awam, istilah kriya sempat menjadi jarang didengar dan dipopulerkan dengan kata kerajinan. Gustami SP (2000:66) mengatakan:
Sesungguhnya dua jenis kesenian tersebut, seni kriya dan seni kerajinan memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda. Meskipun secara historis seni kriya berangkat dari kategori patrimodinal dan seni kerajinan berada dalam kategori tradisional, namun keduanya terdapat persepsi yang sama tentang wawasan, keselarasan, dan keseimbangan hidup.
Adapun Kusnadi dalam Analisis Kebudayaan (1980:44) menyebutkan:
Bahwa seni kriya merupakan satu kata laini untuk seni kerajinan yang dapat diartikan sebagai hasil kerja. Juga dipakai kriya hasta sebagai hasil kerajinan yang sama artinya dengan handcraft atau handy craft yaitu karya-karya yang lebih menonjolkan kreativitas seni dengan teknik tertentu dari seorang seniman kerajinan (artist-craftman).
Seni kriya memang dapat dipandang dari berbagai sudut tergantung kepentingan yang saling berkesinambungan, sesuai dengan perkembangan pola piker manusia yang merubah paradigm kesenian dan juga budaya, maka saat itu juga seni kriya berkembang dan banyak diperluas secara definitif oleh para pakar atau filosof. Seni kriya pada saat ini sangat banyak kaitannya dengan seni-seni yang lain juga mempunyai konsep dan ide-ide baru, baik ditinjau medium yang akan dibuat, cara dan proses dalam pengerjaan kriya dengan tangan, dan juga karya yang dihasilkan dapat digabungkan dengan unsur-unsur lain seperti ruang ataupun obyek tertentu yang dianggap satu sama lain memiliki nilai estetika.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seni kriya adalah hasil buah karya dari kerajinan tangan manusia yang diwariskan dari nenek moyang kita terdahulu yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan peralatan kehidupan sehari-hari, juga merupakan sebuah benda pakai yang bernilai dan syarat akan keindahan, dan dalam setiap kegiatannya merupakan ungkapan rasa keindahan yang dapat memenuhi kebutuhan secara fisik dan spiritual dengan memanfaatkan bahan-bahan dari alam menjadi benda pakai dan benda hias.

Seni kriya memang sangat banyak jenisnya yang salah satunya adalah kriya tanduk, kriya tanduk merupakan seni kriya yang mengutamakan fungsi pakai, juga fungsi keindahan seni itu sendiri. Seni kriya tanduk juga merupakan akar budaya Jawa Barat yang tersimpan sejak dulu dan masih bereksistensi sampai saat ini yang tetap dijaga dan dilestarikan oleh perajin-perajin dan juga oleh pemerintah.

BAB III
HASIL OBSERVASI
1. Tempat Produksi/ Lokasi
            Kampung Naga ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
            Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan Kabupaten Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur dengan batas wilayah:
-          Disebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat, karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga
-          Disebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk
-          Disebelah Utara dan Timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga ± 30 km, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 km.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu: lidi aren atau lidi kawung, pola dari kayu, pisau raut, luju, gunting, gergaji, paku, meteran, dan kursi sudut.
Lidi aren atau lidi kawung sebelum dipergunakan untuk menganyam, harus direndam terlebih dahulu kemudian di kerik/ dikupas sehingga menghasilkan lidi yang mulus.
            Untuk pembuatan 1 piring lidi dibutuhkan 70 helai lidi aren atau kawung.  Proses pembuatannya yaitu:
1. Lidi-lidi yang sudah dikerik kemudian dipisahkan 10 helai
2. Setelah itu lidi aren yang telah dipisahkan 10 helai dibuat melingkar sesuai dengan pola lingkaran yang sudah ada
3. Kemudian 2 lidi 2 lidi dipisahkan dan diikat menggunakan tali
4. Rapihkan anyaman yang dibuat dari 2 lidi-lidi itu, bertujuan agar hasil anyaman sejajar
5. Jangan lupa untuk selalu mengikuti pola, agar sesuai dengan apa yang diinginkan
6. Setelah terbentuk satu lingkaran atau pola awal kemudian tali itu diputar atau dikepangkan kemudian diikat
7. Pola awal yang sudah terbentuk dan sisa dari lidi-lidinya itu dilenturkan dengan tujuan untuk mempermudah proses penganyaman selanjutnya
8. Dipengkorkan agar menghasilkan variasi yang lebih menarik
9. Setelah terbentuk anyaman, jangan lupa rapihkan menggunakan palu
10. Potong ujung-ujung lidi aren agar rapih.
3. Tinjauan Keunikan
            Yang kami lihat dari piring lidi yang dibuat oleh masyarakat Kampung Naga keunikannya yaitu dari ukurannya yang beragam. Mereka membuat berbagai ukuran, dari mulai yang berdiameter 30 cm sampai 75 cm. Dan dalam proses pembuatannyapun unik, karena dalam membuatnya kita harus berputar  mengelilingi anyaman yang sedang dibuat, tujuannya yaitu untuk menghasilkan anyaman yang rapih dan bagus.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Kami dapat menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran ini, ternyata karya seni terapan dapat dipergunakan sebagai alat rumah tangga sehari-hari atau di rumah-rumah makan. Contohnya piring lidi yang kita observasi. Piring lidi memiliki nilai estetika tersendiri sehingga dapat diterima di masyarakat banyak.
B. Saran
            Sebaiknya piring lidi ini lebih dijadikan komoditas utama produk karya seni terapan dari Tasikmalaya, agar nantinya Tasikmalaya dapat dikenal karena kekreatifan dalam membuat suatu karya seni terapan.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar