BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Karya seni terapan merupakan
hal dasar dalam kehidupan kita. Dan kitapun selalu menggunakannya dalam segala
aspek, baik itu dalam kehidupan sosial, masyarakat, dan kehidupan ekonomi. Seni
terapan itu sebenarnya penunjang kehidupan, yang bisa mempengaruhi pola hidup
masyarakat.
Pembuatan makalah ini
didasarkan karena tugas dari mata pelajaran Seni Budaya, yaitu mengapresiasi
karya seni terapan. Yang kami observasi ialah piring lidi dari Kampung Naga. Piring
lidi sudah membumi di masyarakat Singaparna, umumnya di Kabupaten Tasikmalaya.
Piring lidi yang begitu khas
dengan anyamannya dan membuat kami tertarik untuk lebih mempelajari serta
mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat piring lidi.
Kampung Naga salah satu daerah yang masih kental dengan adat istiadat dan masih
memegang teguh ajaran adatnya, memiliki keunikan dalam piring lidi yang mereka
buat. Keunikannya terletak pada ukuran. Biasanya yang dibuat
masyarakat-masyarakat atau pengrajin anyaman dalam membuat piring lidi itu
berukuran kecil dan hanya digunakan di rumah-rumah makan. Tetapi yang
masyarakat Kampung Naga buat lumayan besar, mereka gunakan itu untuk prosesi upacara
adat.
Hal itulah yang membuat kami
tertarik dan antusias akan piring lidi dari Kampung Naga. Jika piring lidi ini
dibuat dalam bentuk dan variasi yang banyak, pasti akan lebih terkenal dan bisa
mengangkat nama Tasikmalaya ke ranah Internasional khususnya dan umumnya untuk
bangsa Indonesia sendiri.
Seni rupa terapan adalah
hasil karya seni rupa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai
fungsi atau manfaat. Fungsi karya seni rupa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
fungsi estetis dan fungsi praktis.
Fungsi estetis adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia tentang rasa keindahan. Misalnya lukisan,
patung, dan benda hias. Fungsi praktis adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia akan benda pakai. Misalnya vas bunga, kursi ukir, dan bingkai foto.
Piring lidi adalah salah
satu karya seni terapan berupa anyaman. Anyaman yang satu ini berbeda dengan
anyaman yang lain. Biasanya anyaman terbuat dari rotan, tetapi itu terbuat dari
lidi aren. Lidi aren atau dalam Bahasa Sunda itu lidi kawung merupakan bahan
yang elastis/lentur dan mudah untuk diatur atau dibuat pola.
Piring
lidi dibuat di Kampung Naga, meskipun di daerah lainpun dibuat tetapi ada ciri
khas dari piring lidi yang dibuat di Kampung Naga, yaitu ukurannya yang besar
digunakan untuk prosesi upacara adat.
Kegunaan
dari piring lidi ini yaitu untuk tempat makanan di rumah-rumah makan, bisa juga
dipergunakan untuk hiasan ataupun pajangan, selain itupun bisa dipergunakan
dalam prosesi-prosesi sakral seperti prosesi upacara-upacara adat di
daerah-daerah yang masih kental dengan adat istiadatnya.
2.
Rumusan Masalah
Yang kami pertnyakan untuk menjadi rumusan mengenai
“Piring Lidi” ini adalah:
Apakah Piring Lidi bisa menggantikan peranan benda-benda rumah tangga
dalam kehidupan?
3. Maksud
Pembuatan makalah ini pasti memiliki maksud
tersendiri. Maksud kami membuat ini yaitu:
1)
Untuk
memenuhi tugas Seni Budaya mengenai apresiasi karya seni terapan
2)
Agar
generasi muda tahu hasil-hasil karya dari daerah asal masing-masing
3)
Menjadikan
suatu pembelajaran yang berharga bagi yang mempelajarinya
4. Tujuan
Tujuan
dilakukannya observasi dan pembuatan makalah ini adalah:
1)
Mengetahui
secara langsung mengenai piring lidi dari narasumber yang telah kita wawancarai
2)
Menambah
pengetahuan tentang karya seni
3)
Saling
berbagi akan pengetahuan yang telah kami dapat
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Kriya adalah istilah yang
digali dari budaya masa lalu Indonesia, pada awalnya merupakan sebuah
terminology yang melingkupi seluruh praktek seni di Indonesia. Istilah seni kriya
berasal dari kata ‘kr’ (bahasa
sanskerta) yang berarti mengerjakan, kemudian selanjutnya menjadi sesuatu unutk
menghasilkan benda atau objek. Semua hasil pekerjaan termasuk berbagai ragam
tekniknya disebut sebagai seni kriya.
Seni kerajinan merupakan suatu
produk budaya, dimana titik orientasi dari pemahamannya adalah keahlian.
Keahlian dalam bahas inggrisnya diistilahkan sebagai ‘craft’ memiliki cakupan
yang luas, karena keahlian tidak hanya terbatas pada kerajinan tangan, akan
tetapi sebagai proses dari mulai pendataan, berfikir, bertindak hingga
menyimpulkan agar tujuaannya menjadi tepat sasar. (H.A Rachman Arfan. 1988:66)
Seni kriya sering disebut dengan istilah dengan
handycraft yang berarti kerajinan tangan. Seni kriya termasuk seni rupa terapan
(applied art) yang selain mempunyai aspek-aspek keindahaan juga menekannkan
aspek kegunaan atau fungsi praktis.
Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh Hartono (2002; 71) sebagai berikut:
Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada keterampilan tangan
yang tinggi dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata ‘kr’
(bahasa Sanskerta) yang berarti mengerjakan, dari akar kata tersebut kemudian
menjadi karya, kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu
unutk menghasilkan benda atau objek yang bernilai seni.
Menyimak kamus besar bahasa
Indonesia (1933) menyebutkan bahwa:
Kriya adalah pekerjaan tangan atau kerajinan, secar umum istilah seni kriya merupakan istilah lain
dari seni kerajinan.
Dalam kehidupan sehari-hari
karya seni kriya memang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan hidup manusia,
karena hasil seni kriya atau kerajinan tangan merupakan suatu kebutuhan dalam
aktivitas sehari-hari juga sebagai perkakas rumah tangga.
Karya seni kriya pada
awalnya bertujuan untuk membuat barang-barang yang bersifat fungsional, baik
tujukan untuk keperluan ritual keagamaan atau kebutuhan praktis dalam kehidupan
manusia atau kehidupan sehari-hari seperti teko, kendi, toples yang terbuat
dari bahan tanah liat, sama halnya seperti karya kriya yang terbuat dari bahan
baku plastic atau resin sepert tempat nasi, tempat menyimpan makanan, toples,
botol dan masih banyak yang lain. Dari sejak itu juga perkembangan seni kriya
bermunculan dengan gaya dan konsep-konsep baru seperti adanya kriya dari bahan
tulang, tanduk ataupun perkakas yang lainnya yang dapat dijadikan sebagai
medium berkarya kriya. Dengan demikian selain fungsionla karya kriya juga
bersifat estetis atau bersifat indah dan mempunyai nilai-nilai tersendiri,
sifat estetis ini dapat terlihat dari bentuk karya tersebut atau dengan adanya
penambahan hiasan dengan cara torehan, anyaman, sayatan ataupub ukiran. Dengan
demikian jelaslah bahwa karya seni kriya selain mempunya sifat fungsional juga
mempunyai kaidah estetika dan merpakan karya seni rupa.
Karya seni rupa terapan
merupakan karya yang dihasilkan oleh kerajinan tangan (hand made). Keahlian
tangan dalam membuat karya seni terapan memang perlu diperhatikan sebagaimana
karya-karya dari bahan limbah hewan seperti tanduk yang dapat juga diolah
sedemikian rupa menjadi karya yang unik serta menarik keahlian tangan memang
sangat penting dalam membuat karya seni terapan khususnya karya-karya yang
diolah langsung dengan tangan yang dapat dibantu juga oleh mesin.
Hal ini semakin diperkuat
seperti yang diungkapkan oleh Wiyoso Yudhiseputro (1983:1) yaitu:
Manusia ingin menyampaikan perasaan dengan bebeagai cara dan berbagai
alat atau media yang ada. … Demikianlah kerajinan atau kriya yang dilandasi
oleh usaha manusa untuk memenuhi kebutuhan hidup, apabila didukung oleh
perasaan dalam menggunakan bahan dan alat, maka hasilnya merupakan karya seni.
Dan karena hasil kerajinan dapat dilihat dan diraba, maka karya ini termasuk
kedalam kelompok seni yang disebut seni rupa.
Seni kriya mempunyai cabang
seni terapan dan desain dimana seni terapan sering juga disebut dengan
kerajinan tangan. Kerajinan tangan memang banyak jenisnya yang salah satunya
adalah kriya piring lidi. Kriya ini selain
memiliki nilai fungsional yaitu sebagai wadah, karya ini juga memrupakan
penyampaian perasaan, pesan dan gagasan ataupun kritik dari si perajain
senimannya itu sendiri seperti halnya karya-karya yang akan dibahas
selanjutnya.
Adapun mengenai
karakteristik yang diungkap oleh Sugiyamin (2001:45) adalah sebagai berikut:
Pada umumnya keunikan yang dimiliki dari benda kerajinan mungkin
didasarkan pada teknik-teknik yang dipergunakan oleh perajin dalam
mengerjakannya. Wujud kerajinan yang lain dalam industri kerajinan adalah
relatifitas kesamaan. Variasi-variasi terjadi karena tidak memungkinkan ada
duplikasi dalam benda-benda buatan.manusia merasa puas dengan menggunakan
pola-pola dalam pekerjaan mereka yang diwariskan dari genetasi ke generasi.
Tradisi kerajinan yang dahulu tidak menimbulkan perubahan atau pembaharuan
tradisi kerajinan itu menekankan alat-alat dan bahan yang benar, serta
menekankan pada kepentingan daya tahan.
Karya seni kriya secara umum
dipahami sebagai suatu katya yang dikerjakan dengan mempergunakan alat-alat
sederhana, mengandalkan kecekatan tangan, dan secara fungsional memiliki
kegunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehati-hari. Karya mencerminkan
lingkungan budaya dan kondisi geografis dimana tempat karya itu diciptakan.
Artinya dalam kriya, nilai teknis, estetis, maupun fungsional menjadi
pertimbangan dalam berkarya sesuai dengan sumber daya lingkungan alam, social
budaya, dan masyarakat. (Rohidi, 2002:6)
Dalam seni kriya nilai
fungsi atau kegunaan memiliki kedudukan yang sangat penting, karena kedua
variable ini sangat berkaitan dan saling ketergantungan satu sama lain, hal ini
dapat terlihat dari pemilihan material maupun teknik pembuatan harus
benar-benar diperhatikan secara cermat dan tepat oleh perajin. Dalam pengerjaan
seni kriya biasanya melibatkan beberapa perajin yang bekerja sesuai dengan
keahliannya. Wiyoso Yudoseputro (1999:8) memandang bahwa:
Seni kerajinan merupakan produk karya seni yang merefleksikan
konfigurasi nilai budaya bangsa pada masa lampau, masa kini, dan masa
mendatang. Apabila dilihat, karya seni kriya yang dihasilkan pada kurun waktu
tertentu, maka akan terlihat pula gambaran masyarakatnya (kebudayaan, sistem
sosial dan kehidupan beragama.).
Perbedaan pendapat kata
kriya dengan kerajinan sempat menjadi sorotan dan perdebatan dikalangan
tertentu terutama pada masyarakat awam, istilah kriya sempat menjadi jarang
didengar dan dipopulerkan dengan kata kerajinan. Gustami SP (2000:66)
mengatakan:
Sesungguhnya dua jenis kesenian tersebut, seni kriya dan seni kerajinan
memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda. Meskipun secara historis seni
kriya berangkat dari kategori patrimodinal dan seni kerajinan berada dalam
kategori tradisional, namun keduanya terdapat persepsi yang sama tentang
wawasan, keselarasan, dan keseimbangan hidup.
Adapun Kusnadi dalam
Analisis Kebudayaan (1980:44) menyebutkan:
Bahwa seni kriya merupakan satu kata laini untuk seni kerajinan yang
dapat diartikan sebagai hasil kerja. Juga dipakai kriya hasta sebagai hasil
kerajinan yang sama artinya dengan handcraft atau handy craft yaitu karya-karya
yang lebih menonjolkan kreativitas seni dengan teknik tertentu dari seorang
seniman kerajinan (artist-craftman).
Seni kriya memang dapat
dipandang dari berbagai sudut tergantung kepentingan yang saling
berkesinambungan, sesuai dengan perkembangan pola piker manusia yang merubah
paradigm kesenian dan juga budaya, maka saat itu juga seni kriya berkembang dan
banyak diperluas secara definitif oleh para pakar atau filosof. Seni kriya pada
saat ini sangat banyak kaitannya dengan seni-seni yang lain juga mempunyai
konsep dan ide-ide baru, baik ditinjau medium yang akan dibuat, cara dan proses
dalam pengerjaan kriya dengan tangan, dan juga karya yang dihasilkan dapat
digabungkan dengan unsur-unsur lain seperti ruang ataupun obyek tertentu yang
dianggap satu sama lain memiliki nilai estetika.
Berdasarkan beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seni kriya adalah hasil buah karya
dari kerajinan tangan manusia yang diwariskan dari nenek moyang kita terdahulu
yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan peralatan kehidupan sehari-hari, juga
merupakan sebuah benda pakai yang bernilai dan syarat akan keindahan, dan dalam
setiap kegiatannya merupakan ungkapan rasa keindahan yang dapat memenuhi
kebutuhan secara fisik dan spiritual dengan memanfaatkan bahan-bahan dari alam
menjadi benda pakai dan benda hias.
Seni kriya memang sangat
banyak jenisnya yang salah satunya adalah kriya tanduk, kriya tanduk merupakan
seni kriya yang mengutamakan fungsi pakai, juga fungsi keindahan seni itu
sendiri. Seni kriya tanduk juga merupakan akar budaya Jawa Barat yang tersimpan
sejak dulu dan masih bereksistensi sampai saat ini yang tetap dijaga dan
dilestarikan oleh perajin-perajin dan juga oleh pemerintah.
BAB
III
HASIL OBSERVASI
HASIL OBSERVASI
1.
Tempat Produksi/ Lokasi
Kampung
Naga ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan
Kabupaten Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur dengan batas
wilayah:
-
Disebelah
Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat, karena di dalam hutan tersebut
terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga
-
Disebelah
Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk
-
Disebelah
Utara dan Timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal
dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
Jarak tempuh dari kota
Tasikmalaya ke Kampung Naga ± 30 km, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 km.
2.
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan yaitu: lidi aren atau lidi kawung, pola dari kayu,
pisau raut, luju, gunting, gergaji, paku, meteran, dan kursi sudut.
Lidi
aren atau lidi kawung sebelum dipergunakan untuk menganyam, harus direndam
terlebih dahulu kemudian di kerik/ dikupas sehingga menghasilkan lidi yang
mulus.
Untuk pembuatan 1 piring lidi
dibutuhkan 70 helai lidi aren atau kawung.
Proses pembuatannya yaitu:
1.
Lidi-lidi yang sudah dikerik kemudian dipisahkan 10 helai
2.
Setelah itu lidi aren yang telah dipisahkan 10 helai dibuat melingkar sesuai
dengan pola lingkaran yang sudah ada
3.
Kemudian 2 lidi 2 lidi dipisahkan dan diikat menggunakan tali
4.
Rapihkan anyaman yang dibuat dari 2 lidi-lidi itu, bertujuan agar hasil anyaman
sejajar
5.
Jangan lupa untuk selalu mengikuti pola, agar sesuai dengan apa yang diinginkan
6.
Setelah terbentuk satu lingkaran atau pola awal kemudian tali itu diputar atau
dikepangkan kemudian diikat
7.
Pola awal yang sudah terbentuk dan sisa dari lidi-lidinya itu dilenturkan dengan
tujuan untuk mempermudah proses penganyaman selanjutnya
8.
Dipengkorkan agar menghasilkan variasi yang lebih menarik
9.
Setelah terbentuk anyaman, jangan lupa rapihkan menggunakan palu
10.
Potong ujung-ujung lidi aren agar rapih.
3.
Tinjauan Keunikan
Yang
kami lihat dari piring lidi yang dibuat oleh masyarakat Kampung Naga
keunikannya yaitu dari ukurannya yang beragam. Mereka membuat berbagai ukuran,
dari mulai yang berdiameter 30 cm sampai 75 cm. Dan dalam proses
pembuatannyapun unik, karena dalam membuatnya kita harus berputar mengelilingi anyaman yang sedang dibuat,
tujuannya yaitu untuk menghasilkan anyaman yang rapih dan bagus.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kami
dapat menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran ini, ternyata karya seni
terapan dapat dipergunakan sebagai alat rumah tangga sehari-hari atau di
rumah-rumah makan. Contohnya piring lidi yang kita observasi. Piring lidi
memiliki nilai estetika tersendiri sehingga dapat diterima di masyarakat
banyak.
B.
Saran
Sebaiknya
piring lidi ini lebih dijadikan komoditas utama produk karya seni terapan dari
Tasikmalaya, agar nantinya Tasikmalaya dapat dikenal karena kekreatifan dalam
membuat suatu karya seni terapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar